Kurikulum Indonesia, Malaysia, dan Korea Selatan

BAB I

A.Pendahuluan
Pendidikan di negara kita ini sangatlah memprihatinkan jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Korea Selatan, Singapora, Jepang, Taiwan, India, China dan Malaysia ataupun negara-negara lain yang sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat pada bidang pendidikan. Pada satu sisi, betapa dunia pendidikan di Indonesia saat ini dirundung masalah yang besar, sedangkan pada sisi lain tantangan memasuki milenium ketiga tidak bisa dianggap main-main. Sedangkan tantangan yang dihadapai agar tetap “hidup” memasuki milenium ketiga adalah perlunya diupayakan :

1. Pendidikan yang tanggap terhadap situasi persaingan dan kerjasama global.
2. Pendidikan yang membentuk pribadi yang mampu belajar seumur hidup.
3.  Pendidikan yang menyadari sekaligus mengupayakan pentingnya pendidikan nilai.



Mantan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Abdul Malik Fajar mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia sangatlah buruk di kawasan Asia.
Dengan kondisi pemerintah sekarang yang masih harus menanggung beban krisis yang begitu berat, rasanya tidaklah tepat apabila kita menunggu kebijakan dari pemerintah pusat untuk membenahi kondisi pendidikan kita. Sehingga semua pihak yang bertanggung jawab atas kondisi dan sistem pendidikan yang ada di negara kita hendaknya ikut memikirkan bagaimana caranya agar pendidikan di Indonesia dapat mengalami kemajuan seperti negara-negara lain.

 
B. Latar Belakang

Setiap bangsa tentu memiliki sistem pendidikan. Dengan sistem pendidikan itu, suatu bangsa mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap, agama dan ciri-ciri watak khusus yang dimilikinya dengan cara tertentu kepada generasi penerusnya, agar mereka dapat mewariskannya dengan sebaik-baiknya. Melalui siStem pendidikan itu, suatu bangsa dapat memelihara dan mempertahankan nilai-nilai luhur, serta keunggulan-keunggulan mereka dari generasi ke generasi.

Sejalan dengan tumbuhnya perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu sosial pada akhir abad 19, tertuju perhatian pada pengakuan adanya hubungan yang dinamis antara pendidikan dengan masyarakat atau negara tertentu. Pendidikan dipandang sebagai cerminan dari suatu masyarakat atau bangsa, dan sebaliknya suatu masyarakat atau bangsa dibentuk oleh sistem pendidikannya.

Pendidikan komparatif membahas perbandingan secara ilmiah, dan mempunyai tujuan untuk melihat persamaan dan perbedaan, kerja sama, pertukaran pelajar antar bangsa dalam menciptakan pedamaian dunia. Pendapat tersebut sebagai usaha menanamkan dan menumbuh-kembangkan rasa saling pengertian dan kerja sama antar bangsa, demi terpeliharanya perdamaian dunia, melalui peroses pendidikan. Pendidikan komparatif juga diperlukan, untuk melihat kemajuan, kualiatas pendidikan di negara maju dibandingkan dengan dengan negara berkembang.

Studi perbandingan pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengetahui berbagai aspek yang berhubungan dengan system pendidikan Negara tertentu, terutama yang berhubungan dengan kelebihan yang terjadi pada system pendidikan negara tersebut. Untuk itulah pada kesempatan kali ini penulis mencoba menguraikan perbandingan pendidikan terhadap Negara Korea Selatan, dan Indonesia. Penulis tertarik untuk mengkaji Negara Korea Selatan ini, dikarenakan Negara ini memiliki kemajuan yang begitu pesat dalam sektor industri, khususnya industri otomotif dan elektronik. Kemajuan ini tidak terlepas dari kemajuan pendidikan di Negara ini, terutama dalam penguasaan teknologi industri.

Makalah ini ditulis atas dasar kajian pustaka dari berbagai sumber yang relevan, makalah ini diharapkan akan dapat menambah bahan, dan kajian penulis tentang pemahaman system pendidikan Negara ini. Yang menjadi perhatian dalam pembahasan makalah ini, hanyalah beberapa aspek penting dari sistem pendidikan di Negara Korea Selatan dibandingkan pendidikan Negara Indonesia.


C. Pembatasan Masalah

Dari latar belakang di atas, studi perbandingan pendidikan antara dua negara tentu sangat luas cakupannya, untuk itu penulis membatasi permasalahan hanya pada: Tujuan pendidikan, jenjang pendidikan formal, dan manajemen pendidikan secara umum di kedua negara tersebut.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah:

1. Bagaimana tujuan pendidikan di Korea Selatan dan Malaysia dibandingkan dengan tujuan pendidikan di Indonesia?

2. Bagaimana jenjang pendidikan formal di Korea Selatan dan Malaysia dibandingkan dengan jenjang pendidikan formal di Indonesia?

3. Bagaimana manajemen pendidikan secara umum di Korea Selatan dan Malaysia dibandingkan dengan manajemen pendidikan secara umum di Indonesia?

4. Bagaimana perbandingan kurikulum di indonesia, korea selatan dan malaysia yang ditinjau dari berbagai aspek?

5. Bagaimana Pendidikan matematika di korea selatan dan Malaysia dibandingkan dengan pendidikan matematika Di Indonesia?

E. Tujuan Penulisan Makalah

Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui tujuan pendidikan, jenjang pendidikan formal, dan manajemen pendidikan secara umum di kedua negara.

2. Untuk memberikan wawasan dan masukan yang positif bagi mahasiswa dan guru/tenaga kependidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.     Sistem Pendidikan di Indonesia

Nama negara    : Negara Ksesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Letak Negara   : Asia Tenggara

Bahasa Resmi   : Bahasa Indonesia

Bertetangga      : di barat Malaysia

                          di timur Papua Nugini

                          di utara Philipina

                          di selatan Australia



Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk Republik, terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2, pada 800 BB dan 1400 BT. Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batas-batas: Utara - Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan. Selatan - Negara Australia, Samudera Hindia. Barat - Samudera Hindia. Timur - Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik.

Indonesia adalah negara demokratis berasaskan keyakinan, bahwa satu lembaga politik harus menjamin adanya kebebasan dan persamaan, di samping menjujung tinggi kekuasaan hukum dan sistem perwakilan rakyat dalam parlemen. Maka tugas pokok negara dan pemerintahan di dalam demokrasi ialah: a) melindungi bangsa dan negara terhadap agresi dari luar dan pengrorongan dari dalam yang merusak kesatuan dan persatuan: b) Menegakkan kekuatan hukum dan menjamin keadilan, serta c) Melaksanakan segenap konvensi dan peraturan, agar tercapai ketenangan, ketenteraman, kedamaian dan kesejateraan di dalam negeri, sebab hukum merupakan kekuatan pokok guna menegakkan ketertiban. Maka membimbing rakyat itu harus diartikan sebagai mendidik semua warga mayarakat, anak, orang dewasa dan orang lanjut usia, supaya: bisa berkembang dengan bebas dan maksimal, dan mampu melakukan realisai-diri, bekerja dan hidup sejahtera.

1.      Tujuan Pendidikan di Indonesia

Salah satu tugas Pemerintah bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia adalah menyusun undang-undang pendidikan, dan sebagai hasilnya adalah Undang-undang Sisdiknas no 20 tahun 2003. Berdasarkan Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pendidikan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

2.      Jenjang Pendidikan Formal di Indonesia

Menurut Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pada bab VI pasa 16 disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal di Indonesia meliputi tiga jenjang, yaitu: pendidikan Dasar, pendidikan Menengah, dan pendidikan Tinggi.

a.       Pendidikan Dasar.

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pemerintah menetapkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, dan setiap warga negara yang berusia 7 (tujuh) tahun wajib mengikuti belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya. Pendidikan dasar berbentuk: Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang Sederajat selama 6 tahun; dan sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat selama 3 tahun.

b.      Pendidikan Menengah.

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas: Pendidikan menengah umum, berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), atau bentuk lain yang sederajat; dan Pendidikan menengah kejuruan, berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat, selama 3 tahun.

c.       Pendidikan Tinggi.

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma (2-4 tahun); sarjana (4 tahun atau lebih); magister, spesialis, dan doktor (2 tahun atau lebih); yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Perguruan tinggi dapat berbentuk: Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, atau Universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan atau vokasi.

3.      Manajemen Pendidikan di Indonesia

Pengelolaan pendidikan di Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah pusat

melalui Menteri Pendidikan Nasional, pemerintah Daerah Provinsi, dan pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Ketentuan yang menyangkut pendidikan diatur dalam UU RI No.20 TH 2003 (Sisdiknas ). Ditinjau dari Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 1 ayat (1) yaitu; Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Oleh karena itu pendidikan dapat diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga dan benar-benar produktif. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan nasional di Indonesia memberikan keluasan kepada pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat utuk turut bertanggung jawab atas kualitas pendidikan di Indonesia.

a.       AnggaranPendidikan

Dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Sedangkan pengalokasian anggaran pendidikan meliputi alokasi yang melalui beIanja pemerintah pusat dan melalui transfer ke daerah. Sementara untuk yang melalui anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah DBH Pendidikan, DAK Pendidikan, DAU Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus Pendidikan.

b.      Guru/personalia

Berdasarkan Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada pasal 28, bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang dibuktikan dengan ijazah/sertifikat keahlian yang relevan, yang dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.

Jenis pendidikan guru yaitu Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah, dengan kualifikasi akademik:
1) Pendidik pada jenjang Pendidikan Dasar minimum D-IV atau S1 pendidikan dasar.
2) Pendidik pada jenjang Pendidikan Menengah minimum D-IV atau S1 pendidikan menengah.


3) Pendidik pada jenjang Pendidikan Tinggi minimum: S1 untuk program Diploma, S2 untuk program sarjana, dan S3 untuk program magister dan program doktor.

c. Kurikulum

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, di Indonesia telah menerapkan enam kali perubahan kurikulum, yaitu kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 2004, dan yang sekarang berlaku yaitu KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen Dinas Nomor 22 tentang standar isi, Permen Nomor 23 tentang standar lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang pelaksanaan permen tersebut, tahun 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari kurikulum Berbasis Kompetensi, atau kurikulum 2004. KTSP lahir karena dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar dari pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas masih dipandang terlalu intervensi dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, dalam KTSP bahan belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi yang ada di lingkungannya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan bentuk implimentasi dari UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1) Standar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarna, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian Pendidikan.


B. Sistem Pendidikan di Korea Selatan

Nama Negara            : Republik Korea (Republic of Korea).

Bertetangga               : Di barat Laut Kuning

                                   Di timur Laut Timur (Laut Jepang)

                                   Di utara Korea Utara

                                   Di selatan Selat Korea

 

Korea Selatan yang didirikan pada tahun 1948 terletak disemenanjung di daratan Asia Timur, dengan batas-batas wilayah sebelah timur berbatasan dengan lautan pasifik, sebelah selatan berbatasan dengan selat Jepang, disebelah barat berbatasan dengan demarkasi militer (garis lintang 380) yang memisahkan Korea Selatan dan Korea Utara. Penduduk Korea Selatan kurang lebih 47 juta jiwa dengan angka pertumbuhan penduduk rata-rata 1,7%/ tahun dengan kondisi penduduk yang homogen (etnik Korea), dengan angka literasi 98% (world almanae 2000). Adapun system pemerintahan Korea Selatan bersifat sentralistik, dengan system sentralistik ini maka kebijakan-kebijakan pemerintah termasuk di bidang pendidikan dapat dijalankan tanpa harus mendapat persetujuan badan legislative daerah, seperti yang terdapat pada pemerintahan system desentralisasi.


1. Tujuan Pendidikan di Korea Selatan


Salah satu keputusan Dewan Nasional Republik Korea tahun 1948 adalah menyusun undang-undang pendidikan. Sehubungan dengan hal ini, maka tujuan pendidikan Korea Selatan adalah untuk menanamkan pada setiap orang rasa Identitas Nasional dan penghargaan terhadap kedaulatan Nasional, menyempurnakan kepribadian setiap warga Negara, mengemban cita-cita persaudaraan yang universal, mengembangkan kemampuan untuk hidup mandiri dan berbuat untuk Negara yang demokratis dan kemakmuran seluruh umat manusia, dan menanamkan sifat patriotisme.


2. Jenjang Pendidikan di Korea Selatan

Secara umum system pendidikan di korea Selatan terdiri dari empat jenjang pendidikan formal yaitu : Sekolah dasar, Sekolah Menengah Tingkat Pertama, SLTA dan pendidikan tinggi. Keempat jenjang pendidikan ini adalah: grade 1-6 (SD), grade 7-9 (SLTP), 10-12 (SLTA), dan grade 13-16 (pendidikan tinggi/program S1), serta program pasca sarjana (S2/S3).

Visualisasi grade pendidikan yang dimaksud adalah:
a. Sekolah dasar merupakan pendidikan wajib selama 6 tahun bagi anak usia 6 dan 11 tahun, dengan jumlah lulusan SD mencapai 99,8%, dan putus sekolah SD 0,2%.
b. SMP merupakan kelanjutan SD bagi anak usia 12-14 tahun, selama 3 tahun pendidikan.
c. Kemudian melanjutkan ke SLTA pada grade 10-11 dan 12, dengan dua pilihan yaitu: umum dan sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan meliputi pertanian, perdagangan, perikanan dan teknik. Selain itu ada sekolah komperhensif yang merupakan gabungan antara sekolah umum dan sekolah kejuruan, yang merupakan bekal untuk melanjutkan ke akademik (yunior college) atau universitas (senior college).

d. Pendidikan tinggi/akademik (yunior college) atau universitas program S1 (senior college), pada grade 13-16, dan selanjutnya ke program pasca sarjana (graduate school) gelar master/doktor.


3. Manajemen Pendidikan di Korea Selatan

Sistem manajemen pendidikan di Negara ini bersifat gabungan antara sentralistik dan desentralisasi, sifat kesentralistiknya hanya terbatas kepada penyusunan panduan dan pedoman semata, sedangkan operasionalnya secara penuh di serahkan kepada komite/Dewan sekolah secara mandiri untuk mengkaji proses pendidikan secara keseluruhan.
Kekuasaan dan kewenangan dilimpahkan kepada menteri pendidikan. Di daerah terdapat dewan pendidikan (board of education). Pada setiap propinsi dan daerah khusus (Seoul dan Busam), masing-masing dewan pendidikan terdiri dari tujuh orang anggota yang dipilih oleh daerah otonom, lima orang dipilih dan dua orang lainnya merupakan jabatan yang dipegang oleh walikota daerah khusus atau gubernur propinsi. Dewan pendidikan diketuai oleh walikota atau gubernur.

a)      Anggaran pendidikan.

Anggaran pendidikan Korea Selatan berasal dari anggaran Negara, dengan total anggaran 18,9% dari Anggaran Negara. Pada tahun 1995 ada kebijakan wajib belajar 9 tahun, sehingga porsi anggaran terbesar diperuntukan untuk ini, adapun sumber biaya pendidikan, bersumber dari: GNP untuk pendidikan, pajak pendidikan, keuangan pendidikan daerah, dunia industri khusus bagi pendidikan kejuruan.

b)      Guru/Personalia.

Terdapat dua jenis pendidikan guru, yaitu tingkat akademik (grade 13-14) untuk guru SD, dan pendidikan guru empat tahun untuk guru sekolah menengah. Dengan biaya ditanggung oleh Pemerintah untuk pendidikan guru negeri. Kemudian guru mendapat sertifikat yaitu: sertifikat guru pra sekolah, guru SD, dan guru sekolah menengah. Sertifikat ini diberikan oleh kepala sekolah dengan kategori guru magang, guru biasa dua (yang telah diselesaikan onjob training) dan lesensi bagi guru magang dikeluarkan bagi mereka yang telah lulus ujian kualifikasi lulusan program empat tahun dalam bidang engineering, perikanan, perdagangan, dan pertanian. Sedangkan untuk menjadi dosen yunior college, harus berkualifikasi master (S2) dengan pengalaman dua tahun dan untuk menjadi dosen di senior college harus berkualifikasi dokter (S3).

c)      Kurikulum.

Reformasi kurikulum pendidikan di korea, dilaksanakan sejak tahun 1970-an dengan mengkoordinasikan pembelajaran teknik dalam kelas dan pemanfaatan teknologi, adapun yang dikerjakan oleh guru, meliputi lima langkah yaitu (1) perencanaan pengajaran, (2) Diagnosis murid (3) membimbing siswa belajar dengan berbagai program, (4) test dan menilai hasil belajar. Di sekolah tingkat menengah tidak diadakan saringan masuk, hal ini dikarenakan adanya kebijakan walikota daerah khusus atau gubernur propinsi, ke sekolah menengah di daerahnya.

B.     Sistem Pendidikan Di Malaysia

Nama Negara   : Malaysia

Letak Negara   : Asia Tenggara

Bahasa Resmi   : Bahasa Malaysia (Bahasa Melayu)

Sistem pendidikan di Malaysia dipegang oleh Kementerian Pelajaran Malaysia. Pendidikan Malaysia boleh didapatkan dari sekolah tanggungan kerajaan, sekolah swasta atau secara sendiri. Sistem pendidikan dipusatkan terutamanya bagi sekolah rendah dan sekolah menengah. Kerajaan negeri tidak berkuasa dalam kurikulum dan aspek lain pendidikan sekolah rendah dan sekolah menengah, sebaliknya ditentukan oleh kementerian. Pada era tahun 70an sampai 80an keadaan pendidikan di Indonesia masih di atas Malaysia. Orang Malaysia datang belajar ke Indonesia. Bahkan beberapa guru dari Indonesia diperbantukan mengajar di Malaysia. Sekarang pendidikan di Malaysia termasuk yang paling baik di dunia, tetapi Indonesia malah terkesan berjalan di tempat. Tambahan lagi sekarang biaya pendidikan sudah mulai menjadi di luar jangkauan kebanyakan masyarakat di Indonesia.

Sistem pendidikan di Malaysia disusun berdasarkan pada Sistem Pendidikan Inggris

1.  Jenjang Pendidikan yang ada Di Malaysia terdiri dari :

1.      Pendidikan prasekolah

Sekolah tadika (prasekolah) menerima kemasukan kanak-kanak daripada 4-6 tahun. Pengajian tadika bukan merupakan pengajian wajib dalam Pendidikan Malaysia. Namun begitu penubuhan tadika oleh pihak swasta amat menggalakkan. Setakat ini, sebahagian besar Sekolah Kebangsaan mempunyai kelas prasekolah. Namun kemasukan ke kelas ini dibuka kepada anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah.

2.      Pendidikan rendah

Pendidikan rendah bermula dari tahun 1 hingga tahun 6, dan menerima kemasukan kanak-kanak berumur 7 tahun sehingga 12 tahun. Bahasa Melayu dan bahasa Inggeris merupakan mata pelajaran wajib dalam Sistem Pendidikan Malaysia. Sekolah rendah awam di Malaysia terbahagi kepada dua jenis, iaitu Sekolah Kebangsaan dan Sekolah Jenis Kebangsaan. Kurikulum di kedua-dua jenis sekolah rendah adalah sama. Perbezaan antara dua jenis sekolah ini ialah bahasa pengantar yang digunakan. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar di Sekolah Kebangsaan. Bahasa Tamil atau bahasa Mandarin digunakan sebagai bahasa pengantar di Sekolah Jenis Kebangsaan.

Pada akhir tahun persekolahan sekolah rendah, ujian awam diadakan bagi menilai prestasi murid-murid. Ujian awam pada peringkat sekolah rendah dinamakan Ujian Penilaian Sekolah Rendah (UPSR). Pelajar yang telah menduduki UPSR, dibenarkan melanjutkan pelajaran ke peringkat menengah.

3.      Pendidikan menengah

Sekolah menengah awam boleh dilihat sebagai pelanjutan sekolah rendah. Bahasa Malaysia digunakan sebagai bahasa pengantar bagi semua mata pelajaran selain Sains (Biologi, Fizik dan Kimia) dan Matematik (termasuk Matematik Tambahan) Para pelajar perlu belajar dari Tingkatan 1 hingga Tingkatan 5. Seperti di sekolah rendah, setiap tingkatan (darjah) mengambil masa selama satu tahun. Pada akhir Tingkatan Tiga (digelar peringkat menengah rendah), para pelajar akan menduduki Penilaian Menengah Rendah (PMR). Berdasarkan pencapaian PMR, mereka akan dikategorikan kepada Aliran Sains atau Aliran Sastera. Aliran Sains menjadi pilihan ramai. Pelajar dari Aliran Sains dibenarkan untuk keluar dari Aliran Sains lalu menyertai Aliran Sastera tetapi sebaliknya tidak dibenarkan. Pelajar-pelajar yang tidak mendapat keputusan yang memuaskan pula boleh memilih untuk menjalani pengkhususan vokasional di sekolah teknik.

Pada akhir Tingkatan Lima (digelar peringkat menengah atas), para pelajar perlu menduduk peperiksaan Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) sebelum menamatkan pelajaran di peringkat menengah. SPM adalah berdasarkan peperiksaan School Certificate United Kingdom lama sebelum menjadi peperiksaan Tahap 'O' General Certificate of Education (Kelulusan Umum Pelajaran) yang menjadi GCSE (General Certificate of Secondary School / Kelulusan Umum Sekolah Menengah). Sejak tahun 2006, para pelajar turut menduduki kertas GCE Tahap 'O' bagi bahasa Inggeris selain kertas SPM Bahasa Inggeris biasa. Keputusan lain ini adalah berdasarkan markah penulisan karangan dalam kertas Bahasa Inggeris SPM. Penilaian karangan kertas Bahasa Inggeris SPM diadakan di bawah pengawasan pegawai dari peperiksaan Tahap 'O' British. Walaupun keputusan ini bukan sebahagian daripada SPM, keputusan ini akan dinyatakan pada kertas keputusan.

Selepas keputusan SPM 2005 dikeluarkan pada Mac 2006, Kementerian Pelajaran mengumumkan bahawa mereka sedang menimbang untuk memperbaharui sistem SPM kerana orang ramai terlalu mementingkan bilangan A yang didapati. Pendidik-pendidik tempatan bersetuju dengan cadangan ini. Salah seorang profesor di Universiti Malaya mengesali keadaan sesetengah pelajar universiti yang tidak mampu menulis surat dan berbahas. Beliau berkata, "Mereka tidak memahami apa yang saya katakan ... Saya tidak dapat berkomunikasi dengan mereka." Tambah beliau, "Sebelum 1957, wira sekolah bukan mereka yang mendapat 8A atau 9A tetapi merupakan pembahas yang baik, pelakon yang baik, ahli sukan yang baik dan mereka yang memimpin Persatuan Pengakap."

Selepas menamatkan pelajaran di Sekolah Jenis Kebangsaan Cina, sesetengah pelajar dapat belajar di Sekolah Tinggi Persendirian Cina. Di sekolah jenis ini, para pelajar menduduki peperiksaan piawai yang dikenali sebagai Sijil Peperiksaan Bersama (Unified Examination Certificate/UEC). Sesetengah pelajar di sekolah-sekolah ini turut menduduki peperiksaan SPM sebagai calon persendirian. UEC diadakan oleh Dong Jiao Zong (Persatuan Guru dan Pengarah Sekolah Cina) sejak tahun 1975.

Terdapat tiga tahap dalam UEC, iaitu Vokasional (UEC-V), Junior (UEC-JML/JUEC) dan Senior (UEC-SML/SUEC). Bahasa Cina merupakan bahasa pengantar bagi kurikulum dan peperiksaan bagi UEC-V dan UEC-JML. Bahasa Cina atau Bahasa Inggeris merupakan bahasa pengantar bagi mata pelajaran Matematik, Sains (Biologi, Kimia dan Fizik), Simpan Kira, Akaun dan Perdagangan. Kesusahan UEC-SML adalah hampir sama dengan A-level kecuali Bahasa Inggeris.

Pelajar di Sekolah Tinggi Persendirian Cina belajar dari tiga tahap rendah (Junior) sehingga ke tiga tahap tinggi (Senior). Setiap tahap mengambil masa selama satu tahun. Mereka tidak dibenarkan untuk belajar dalam tahap yang lebih tinggi jika gagal dalam peperiksaan sekolah, sebaliknya perlu mengulang. Mereka yang gagal mara ke tahap yang lebih tinggi selepas belajar dalam tahap yang sama selama tiga tahun akan disingkirkan dari sekolah. Oleh itu, sesetengah pelajar mengambil masa yang lebih daripada enam tahun untuk menamatkan pelajaran di Sekolah Tinggi Persendirian Cina. Pada akhir Junior 3, para pelajar perlu menduduki peperiksaan UEC-JML. Sesetengah pelajar juga akan menduduki peperiksaan PMR. UEC-JML lebih susah daripada PMR. Seperti pelajar di sekolah menengah awam, pelajar di sekolah tinggi persendirian Cina juga akan dikategorikan kepada aliran Sains dan aliran Perdagangan/Sastera bermula Senior 1. Pada akhir Senior 2, sesetengah pelajar menduduki peperiksaan SPM. Mereka mungkin meninggalkan sekolah selepas SPM. Sesetengah pelajar pula menyambung pelajaran ke Senior 3. Pada akhir Senior 3, mereka akan menduduki peperiksaan UEC-SML.

UEC-SML telah diakui sebagai kelayakan kemasukan banyak universiti luar negara seperti Singapura, Australia, Taiwan, China dan sesetengah negara Eropah tetapi tidak diakui oleh kerajaan Malaysia sebagai kelayakan kemasukan ke universiti-universiti awam Malaysia. Akan tetapi, kebanyakan kolej persendirian mengakui UEC. Pada Mei 2004, kerajaan Malaysia mewajibkan pelajar-pelajar yang menggunakan kelayakan kemasukan yang selain daripada SPM perlu lulus dalam kertas Bahasa Malaysia SPM. Ini menyebabkan banyak bantahan, dan Menteri Pengajian Tinggi ketika itu, Dr Shafie Salleh, mengecualikan pelajar UEC daripada keperluan tersebut.

4.      Pendidikan pra-universiti

Selepas SPM, para pelajar dapat membuat pilihan sama ada belajar dalam Tingkatan 6 matrikulasi, pengajian diploma di pelbagai institut pendidikan seperti Politeknik. Jika mereka melanjutkan pelajaran dalam Tingkatan Enam, mereka akan menduduki peperiksaan Sijil Tinggi Persekolahan Malaysia (STPM). Tingkatan 6 yang terdiri daripada Tingkatan 6 Rendah dan Tingkatan 6 Atas mengambil masa selama dua tahun. STPM dianggap lebih susah daripada A-level kerana merangkumi skop yang lebih mendalam dan luas. Walaupun STPM biasanya diduduki bagi mereka yang ingin belajar di universiti awam di Malaysia, STPM turut diakui di peringkat antarabangsa.

Selain itu, para pelajar boleh memohon kebenaran untuk mengikuti program matrikulasi yang mengambil masa selama satu atau dua tahun. Pada suatu ketika dahulu, matrikulasi hanya mengambil masa selama satu tahun. Sejak tahun 2006, 30% daripada semua pelajar matrikulasi diberikan program yang mengambil masa selama dua tahun. 90% daripada tempat matrikulasi adalah disimpan untuk bumiputera. Program matrikulasi tidak seketat dengan STPM. Program ini dikritik oleh ramai kerana jauh lebih mudah daripada STPM, dan dikatakan untuk membantu bumiputera belajar di universiti dengan mudah. Matrikulasi dikenalkan selepas kuota kemasukan universiti awam yang berdasarkan kaum dimansuhkan. 70% daripada pelajar kursus krtikal seperti perubatan, farmasi, pergigian dan perundangan ialah pelajar matrikulasi. Sebaliknya, kebanyakan kursus-kursus seperti Sarjana Muda Sains yang kurang diminati diambil oleh pelajar STPM. Pembela program matrikulasi mendakwa bahawa Tingkatan 6 adalah berbeza dengan program matrikulasi. Akan tetapi, program matrikulasi dan Tingkatan Enam memainkan peranan yang sama (kelayakan kemasukan universiti).

Sesetengah pelajar menerima pendidikan pra-universiti di kolej persendirian. Mereka mungkin memilih diploma, A-level, Program Matrikulasi Kanada atau kursus yang sama dari negara lain.

Kerajaan mendakwa bahawa kemasukan universiti adalah berdasarkan meritokrasi tetapi terdapat terlalu banyak program pra-universiti yang berlainan tanpa piawai yang boleh dibandingkan.

3.  Manajemen Pendidikan di Malaysia

            a) Anggaran Pendidikan

Orang tua murid dikenakan membayar iuran sekolah yang dibayarkan pada awal tahun ajaran baru. Besarnya iuran yang dipungut oleh pihak sekolah berkisar antara RM 50 hingga RM 75 pertahun (Rp. 125.000 – 187.500/tahun) tiap siswa. Iuran tersebut dirinci untuk pembayaran asuransi, biaya ujian tengah semester & semesteran, iuran khas, biaya LKS, praktek komputer, kartu ujian, file data siswa & rapor.

Khusus untuk sumbangan PIBG (Persatuan Ibu Bapak dan Guru) hanya dipungut satu bayaran untuk satu keluarga. Jadi untuk keluarga yang menyekolahkan 1 anak atau lebih, dikenakan bayaran yang sama yaitu RM 25/keluarga. Dan untuk siswa kelas enam ditambah biaya UPSR sebesar RM 70. Selain itu tak ada pungutan lain, termasuk pula tak ada pungutan sumbangan dana pembangunan. Pembangunan dan renovasi gedung sepenuhnya menjadi tanggungjawab kerajaan/pemerintah.

Buku teks atau buku pegangan yang digunakan siswa relatif tak berganti atau sama setiap tahun. Bila orang tua murid membeli semua buku teks dan aktifiti, harganya berkisar antara RM 80 – RM 125/siswa pertahun. Itupun hanya sekali beli untuk anak sulung saja. Karena untuk keluarga yang mempunyai anak lebih dari satu, buku teks tersebut dapat dipakai bergantian “turun temurun”. Khusus untuk keluarga dengan pendapatan kurang dari RM 2000/bulan, dapat mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk peminjaman buku teks yang disediakan dari sekolah.

Suatu biaya pendidikan yang terbilang relatif murah untuk negara dengan pendapatan rerata per keluarga sebesar RM 2500/bulan atau setara dengan Rp. 6.250.000/bulan (Data 2003, Kementrian Kewangan Malaysia). Lebih-lebih lagi, mulai tahun persekolahan 2008 mendatang pemerintah merencanakan untuk meminjamkan semua buku teks kepada para siswa sekolah rendah tanpa kecuali. Praktis, orangtua murid tidak lagi terbebani untuk membeli buku teks.

4. kurikulum

Dalam penyusunan kurikulum Malaysia, banyak mengandung materi pembelajaran mengenai kesehatan lingkungan seperti polusi air, udara, makanan dll. Selain itu terdapat juga materi mengenai kesehatan tubuh atau materi mengenai penyakit-penyakit menular yang mungkin menjangkiti manusia, dengan segala cara penyebarannya. Penyajian atau pemaparan materi lebih banyak di analogikan dengan contoh nyata atau kejadian sejarah masa lalu (perang dunia I, perang perancis dan india, sejarah kerajaan mesir atau kejadian penting di new mexico), juga di analogikan dengan contoh-contoh yang mudah dipahami oleh siswa sehingga materi pelajaran bersifat aplikatif.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan implementasi kurikulum tersebut dengan kurikulum Indonesia pada tahun 1947, 1964 dan 1968. Hal ini dikarenakan Malaysia pernah belajar pada Indonesia dengan menggunakan kurikulum tersebut dan masih diterapkan secara konsisten sampai saat ini.

Media yang digunakan dalam menunjang pembelajaran banyak yang menggunakan fasilitas internet seperti game online, situs-situs dan blog yang memuat modul/materi pembelajaran, siswa di informasikan alamat-alamat situs tersebut dan tinggal membukanya saat belajar. Selain itu digunakan juga fasilitas persentasi power point yang dapat mengoptimalkan penyampaian materi terutama yang menuntut penayangan gambar.

Dalam kurikulum ini juga lebih menekankan proses pembelajaran yang lebih mengutamakan praktek dari pada hanya penjelasan-penjelasan teori saja. Fasilitas-fasilitas diatas memungkinkan siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih maksimal. Maka pantaslah jika Malaysia pada saat ini perkembangan pendidikannya semakin maju dengan pesat.

Kurikulum yang ada di malaysia

•           1956: General Syllabuses and Timetable Committee ditubuhkan

•           1964: General Syllabuses and Review Committee ditubuhkan

•           1965: Pendidikan Komprehensif dimulakan

•           1967: Report of the Committee on Curriculum Planning and Development

•           1973: Pusat Perkembangan Kurikulum (PPK) ditubuhkan

•           1982: KBSR dilaksanakan di 302 buah sekolah rendah sebagai percubaan

•           1983: KBSR dilaksanakan di semua sekolah rendah

•           1988: Pelaksanaan KBSR sepenuhnya dicapai

•           1988: Pelaksanaan KBSM bermula untuk mata pelajaran bahasa

•           1989: Pelaksanaan KBSM bermula untuk mata pelajaran lain

•           1989: Kemahiran Hidup Program Peralihan dimulakan di tingkatan 1

•           1989: Pelaksanaan PKBS di tahun 1 hingga tahun 6 di semua sekolah rendah

•           1989: Mata pelajaran Kemahiran Manipulatif dilancarkan di 100 buah sekolah rendah

•           1991: Mata pelajaran Kemahiran Manipulatif dilaksanakan di 1000 buah sekolah rendah

•           1991: Kemahiran Hidup bersepadu dimulakan di Tingkatan 1

•           1992: Mata pelajaran Kemahiran Hidup Manipulatif dilaksanakan di 3000 buah sekolah rendah

•           1993: Kemahiran Hidup mula dilaksanakan di Tahun 4 di semua sekolah rendah. Sekolah yang telah melaksanakan Kemahiran Manipulatif meneruskannya di Tahun 5 dan 6 sekolah rendah